SentraClix

Pages

Rabu, 19 Mei 2010

Paribasan (Ungkapan Tradisional)

Di karesidenan Pekalongan juga terdapat tradisi lisan yang berupa ungkapan tradisional. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Peribahasa
· “Golek pangkon nembe golek pangan”
( Dengan kedudukan, jabatan atau pangkat akan mudah untuk mencari makan atau nafkah ).
Biasanya peribahasa ini digunakan oleh orangtua untuk menasehati anaknya.
· “Pangan kanggo golet pangan”
( Usaha untuk penghidupan………….).
· “Luwih gedhe pasak daripadha tiyang”
( Lebih besar pengeluaran daripada pendapatan ).
Biasanya peribahasa ini digunakan seseorang kepada orang lain untuk memperhalus perkataan dari kata boros agar tidak menyinggung orang yang dikatai tersebut.
· “Ana gula ana semut”
( Pangonan sing ngrejekeni pasti akeh sing nekani ).
Peribahasa tersebut sering dipakai masyarakat ketika ada orang yang baru pulang dari perantauan membawa uang banyak disitulah orang-orang berkumpul.
· “Diwein ati malah njaluke jantung”
( Sudah diberi yang enak malah minta yang lebih dari enak ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang suka meminta lebih dari pemberian yang diterimanya.
· “Becik ketitik ala ketara”
( Becik ala bakal ketara ing tembe burine ).
Peribahasa tersebut sering dipakai orang tua dan tokoh masyarakat pada saat menasehati anak atau sekelompok orang.
· “Kaya nggoleti jarum ning tumpukan jerami”
( Susah untuk diketemukan )
Biasanya peribahasa tersebut digunakan sewaktu mencari suatu barang dan sulit untuk menemukan barang tersebut.
· “Buah tiba (jatuh) ora adoh saka wite(pohonnya)”
( Sifat, kelakuan, wajah seorang anak tentu tidak jauh dari orang tuanya ).
Peribahasa tersebut sering dipakai masyarakat untuk menduga-duga pribadi orang lain.
· “Pager mangan taneman”
( Orang yang dipercaya secara diam-diam mengkhianati temannya sendiri )
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang telah mengkhianati temannya sendiri.

· “Jeruk mangan jeruk”
( Orang yang sejenis saling menyukai ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang menyukai sesama jenis dan juga untuk menyatakan kalau orang yang dikatai peribahasa ini tidak menyukai sesama jenis.
· “Tong kosong nyareing unine”
( Sedikit ilmu tapi ngomongnya besar ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang sedikit ilmunya tapi selalu menyombongkan diri dengan bualannya.
· ”Sirah dadi sikil,sikil dadi sirah”
( Orang yang bekerja keras sepenuh hati dan jiwa ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang dalam bekerja ia bekerja dengan sungguh-sungguh serta penuh semangat.
· “Kaya macan kelangan taringnge (taringnya)”
( Orang yang sudah kehilangan keberaniannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang pemberani dan karena suatu hal dia menjadi orang yang penakut.
· “Sak bening-beningnge kali mesti ana mangsa buteke (keruh)”
( Sepintar-pintar orang menyimpan rahasia pastia akan ketahuan juga ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada orang yang ketahuan menyimpan rahasia besar.
· ”Ilmu parii,luwih tuwa luwih nunduk”
( Orang yang banyak ilmunya biasanya selalu merendahkan diri ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengungkapkan kelakuan seseorang yang suka merendahkan diri namun orang tersebut pintar.

· “Kaya pinang di belah loro”
( Orang yang kembar ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan dua orang yang mirip, mulai dari bentuk fisik dan sifatnya.
· “Kaya semut karo gajah”
( Beda ukuran fisiknya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan dua orang yang sangat jauh ukuran fisiknya.
· “Kaya geni ketiup angina”
( amarah yang membara).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan amarah seseorang yang susah untuk diredam.
· “Pang ketiup angina”
( Pendirian yang tetap ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang plin-plan dalam mengambil keputusan(berubah-ubah)
· “Nandur pari thukule beras, nandur kembang mawar thukule eri”
( Barang siapa menanam kebaikan akan menuai kebaikan, dan barang siapa menanam keburukan akan menuai keburukan pula ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menasehati anak-anak agar berlomba-lomba melakukan kebaikan. Peribahasa tersebut sering digunakan oleh orang tua, ulama, dan tokoh masyarakat pada saat sedang berkumpul dirumah, mushola dan lingkungan.
· “Anget-anget tembelek ayam”
( Kemauan sesaat ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang ingin berubah namun kemauannya hanya sesaat dan setelah itu kembali lagi seperti sediakala.
· “Gelem daginge ora nrima tembeleke”
( Mung nrima seneng ora gelem nrima kasusahane ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang hanya menerima kesenangan saja namun tidak menerima kesusahannya.
· “Nyoret rai (wajah) nganggo areng(arang)”
( Merusak harga diri dan martabat ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan suatu tindakan yang telah merusak harga diri seseorang. Biasanya digunakan oleh orang tua ketika sedang memarahi anaknya karena anak tersebut telah merusak harga diri dan martabat orang tua.
· “Kaya bumi karo langit”
( Berbeda jauh ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan orang yang tidak pantas atau sepadan denganorang lain. Misalnya kemapanan, kecantikan dan kerupawanan serta cocok atau tidaknya seseorang dengan orang lain.
· “Tuwa-tuwa keladi, tambah tuwa tambah dadi”
(Semakin bertambahnya umur seseorang semakin bertambah pendewasaannya dan pengalamannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan orang tuwa yang semakin tenang dan lebih berpikir secara lebih dewasa seiring bertambahnya usia.
· “Bak Ketiban durian runtuh”
( Mendapat rejeki yang tidak sedikit ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang sedang mendapat rejeki yang tidak sedikit secara tiba-tiba. Misal mendapat undian.

· “Jago apik nanging kluruke cekak”
( berbeda dari kondisi luarnya ).
Peribahasa ini digunakan untuk menasehati seseorang agar dalam menilai orang lain jangan dari luarnya saja.
· “Balik gondok”
“meminta kembali sesuatu yang telah diberikan kepada orang lain”
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang kikir karena meminta kembali pemberianya dengan kata lain tidak ikhlas.
· “Ember bocor”
( tidak bisa menyimpan rahasia ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang tidak bisa menyimpan rahasia yang telah diketahuinya.
· “Sumur kasatan (kentengan) banyu”
( bangkrut atau habis harta bendanya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang sedang mengalami kesurutan dalam bisnis, pekerjaan, atau usahanya.
· “Kaya bensin kasulut dening geni”
( Fitnah dapat mengobarkan amarah ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika seseorang amarahnya semakin menjadi karena fitnah/omongan dari orang lain.
· “Kaya ketek ditulup”
( Diam termenung tanpa berkata-kata ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang bengong ketika diajak berbicara.

· “Maju kena mendur kena”
( Semua pekerjaannya tidak membuahkan hasil ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan keadaan seseorang yang sedang terhimpit dan tidak bisa keluar.
· “Kebo kaboten sungu”
( Wong tuwa sing susahmerga kakehen anak ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan keadaan orang tua yang hidupnya susah kebanyakan anak.
· “Kaya benalu”
( Nyusahi sing dipeluni (yang diikuti) ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang hanya bikin susah yang diikutinya.
· “Sejen guru sejen ilmu”
( Beda sifat dan kelakuannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan kalau lain orang tua lain pula sifat dan kelakuan anaknya kelak.
· “Kaya kucing karo asu”
( Ora isa akur ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan dua orang yang tidak bisa akur. Setiap bertemu pasti terjadi keributan.
· “ Rasaning cengis lan mengkreng”
( Pedas tutur katanya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang dalam berbicara selalu menyakiti perasaan orang lain.

  • “Kaya kebo gupak ning sawah”
( Kotor badannya ).
Peribahasa ini sering digunakan orang tua ketika melihat anaknya habis bermain kotor-kotoran sampai semua badannya kotor semua.
  • ”Beras sebaskom dipakakake ayam rong kandhang”
( Rejeki satithik akeh sing ngarepake ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan keadaan seseorang yang punya rejeki sedikit tapi yang mengharapkan banyak, contoh warisan.
  • “Ora weruh lor kidule”
( Tidak tahu asal usulnya ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada seseorang yang turut campur dalam suatu permasalahan tapi tidak tahu inti permasalahannya.
  • “Eman-eman durung limang menit”
( Mubadir ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada makanan yang terjatuh tapi belum lama kemudian diambil lagi untuk dimakan.
  • “Alon-alon sing penting kelakon”
( Jangan terburu buru namun terlaksana keinginannya ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika orang mau pulang habis bertamu.
  • “Wis kejedod (terbentur) katiban anda”
( Tertimpa sial terus menerus ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada orang yang tertimpa musibah terus menerus atau ketiban sial terus.

  • “Kebat liwat pincang sikile”
( Kalau terburu-buru hasilnya pasti tidak bagus ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menasehati orang lain agar dalam bertindak atau mengambil keputusan tidak terburu-buru karena hasilnya pasti tidak akan memuaskan.
  • “Bebek saenggon (stu tempat)”
( Bergerombol ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada sekelompok orang yang sedang bergerombol.
  • “Nguyuh durung lempeng (lurus)”
( Masih kecil belum dewasa ).
Peribahasa ini sering digunakan orang yang lebih tua ketika sedang memarahi yang lebih muda umurnya.
  • “Kaya manuk pipit”
( Orang yang cerewet ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang suka berbicara terus menerus tanpa arah dan tujuan/kegunaan.
  • “Ketiban duren dimein ( dikasih) semangka”
( Wis enak tambah kepenak maneh ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada seseorang mendapat keuntungan yang tidak sedikit namun orang itu mendapat keberuntungan lagi (begja)
  • “Wedus kerubung laler”
( Mambu/ambune ora enak ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang badannya bau karena belum mandi.

  • “Nangikake (membangunkan) macan turu”
( Membuat orang marah ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menasehati orang lain agar tidak mengganggu ketentraman orang lain.
  • “Ditulung menthung”
( Sudah ditolong malah buat susah yang menolong ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang tidak tau berbalas budi.
  • “Isin-isin kucing”
( Menginginkan sesuatu namun malu untuk mengungkapkannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan kelekuan seseorang yang mau tapi malu. Misalnya pengin makan dirumah tetangga karena lapar tapi takut untuk berbicara kepada tetangganya.
  • “Awit mbrangkang nganti mlaku”
( Dari kecil sampai dewasa )
Peribahasa ini sering digunakan orang tua untuk memperkuat keyakinan perasaan sang anak kepada orang tua ketika anaknya sedang dinasehati.
  • ”Ting-ting es abang setrup, toin rembes durung raup”
( Ting-ting es merah sirup, toin jorok belum cuci muka ).
Ungkapan Tradisional
Di karesidenan Pekalongan juga terdapat tradisi lisan yang berupa ungkapan tradisional. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
Peribahasa
· “Golek pangkon nembe golek pangan”
( Dengan kedudukan, jabatan atau pangkat akan mudah untuk mencari makan atau nafkah ).
Biasanya peribahasa ini digunakan oleh orangtua untuk menasehati anaknya.
· “Pangan kanggo golet pangan”
( Usaha untuk penghidupan………….).
· “Luwih gedhe pasak daripadha tiyang”
( Lebih besar pengeluaran daripada pendapatan ).
Biasanya peribahasa ini digunakan seseorang kepada orang lain untuk memperhalus perkataan dari kata boros agar tidak menyinggung orang yang dikatai tersebut.
· “Ana gula ana semut”
( Pangonan sing ngrejekeni pasti akeh sing nekani ).
Peribahasa tersebut sering dipakai masyarakat ketika ada orang yang baru pulang dari perantauan membawa uang banyak disitulah orang-orang berkumpul.
· “Diwein ati malah njaluke jantung”
( Sudah diberi yang enak malah minta yang lebih dari enak ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang suka meminta lebih dari pemberian yang diterimanya.
· “Becik ketitik ala ketara”
( Becik ala bakal ketara ing tembe burine ).
Peribahasa tersebut sering dipakai orang tua dan tokoh masyarakat pada saat menasehati anak atau sekelompok orang.
· “Kaya nggoleti jarum ning tumpukan jerami”
( Susah untuk diketemukan )
Biasanya peribahasa tersebut digunakan sewaktu mencari suatu barang dan sulit untuk menemukan barang tersebut.
· “Buah tiba (jatuh) ora adoh saka wite(pohonnya)”
( Sifat, kelakuan, wajah seorang anak tentu tidak jauh dari orang tuanya ).
Peribahasa tersebut sering dipakai masyarakat untuk menduga-duga pribadi orang lain.
· “Pager mangan taneman”
( Orang yang dipercaya secara diam-diam mengkhianati temannya sendiri )
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang telah mengkhianati temannya sendiri.

· “Jeruk mangan jeruk”
( Orang yang sejenis saling menyukai ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang menyukai sesama jenis dan juga untuk menyatakan kalau orang yang dikatai peribahasa ini tidak menyukai sesama jenis.
· “Tong kosong nyareing unine”
( Sedikit ilmu tapi ngomongnya besar ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang sedikit ilmunya tapi selalu menyombongkan diri dengan bualannya.
· ”Sirah dadi sikil,sikil dadi sirah”
( Orang yang bekerja keras sepenuh hati dan jiwa ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang dalam bekerja ia bekerja dengan sungguh-sungguh serta penuh semangat.
· “Kaya macan kelangan taringnge (taringnya)”
( Orang yang sudah kehilangan keberaniannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang lain yang pemberani dan karena suatu hal dia menjadi orang yang penakut.
· “Sak bening-beningnge kali mesti ana mangsa buteke (keruh)”
( Sepintar-pintar orang menyimpan rahasia pastia akan ketahuan juga ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada orang yang ketahuan menyimpan rahasia besar.
· ”Ilmu parii,luwih tuwa luwih nunduk”
( Orang yang banyak ilmunya biasanya selalu merendahkan diri ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengungkapkan kelakuan seseorang yang suka merendahkan diri namun orang tersebut pintar.

· “Kaya pinang di belah loro”
( Orang yang kembar ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan dua orang yang mirip, mulai dari bentuk fisik dan sifatnya.
· “Kaya semut karo gajah”
( Beda ukuran fisiknya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan dua orang yang sangat jauh ukuran fisiknya.
· “Kaya geni ketiup angina”
( amarah yang membara).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan amarah seseorang yang susah untuk diredam.
· “Pang ketiup angina”
( Pendirian yang tetap ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang plin-plan dalam mengambil keputusan(berubah-ubah)
· “Nandur pari thukule beras, nandur kembang mawar thukule eri”
( Barang siapa menanam kebaikan akan menuai kebaikan, dan barang siapa menanam keburukan akan menuai keburukan pula ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menasehati anak-anak agar berlomba-lomba melakukan kebaikan. Peribahasa tersebut sering digunakan oleh orang tua, ulama, dan tokoh masyarakat pada saat sedang berkumpul dirumah, mushola dan lingkungan.
· “Anget-anget tembelek ayam”
( Kemauan sesaat ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang ingin berubah namun kemauannya hanya sesaat dan setelah itu kembali lagi seperti sediakala.
· “Gelem daginge ora nrima tembeleke”
( Mung nrima seneng ora gelem nrima kasusahane ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang hanya menerima kesenangan saja namun tidak menerima kesusahannya.
· “Nyoret rai (wajah) nganggo areng(arang)”
( Merusak harga diri dan martabat ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan suatu tindakan yang telah merusak harga diri seseorang. Biasanya digunakan oleh orang tua ketika sedang memarahi anaknya karena anak tersebut telah merusak harga diri dan martabat orang tua.
· “Kaya bumi karo langit”
( Berbeda jauh ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan orang yang tidak pantas atau sepadan denganorang lain. Misalnya kemapanan, kecantikan dan kerupawanan serta cocok atau tidaknya seseorang dengan orang lain.
· “Tuwa-tuwa keladi, tambah tuwa tambah dadi”
(Semakin bertambahnya umur seseorang semakin bertambah pendewasaannya dan pengalamannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan orang tuwa yang semakin tenang dan lebih berpikir secara lebih dewasa seiring bertambahnya usia.
· “Bak Ketiban durian runtuh”
( Mendapat rejeki yang tidak sedikit ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai orang yang sedang mendapat rejeki yang tidak sedikit secara tiba-tiba. Misal mendapat undian.

· “Jago apik nanging kluruke cekak”
( berbeda dari kondisi luarnya ).
Peribahasa ini digunakan untuk menasehati seseorang agar dalam menilai orang lain jangan dari luarnya saja.
· “Balik gondok”
“meminta kembali sesuatu yang telah diberikan kepada orang lain”
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang kikir karena meminta kembali pemberianya dengan kata lain tidak ikhlas.
· “Ember bocor”
( tidak bisa menyimpan rahasia ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang tidak bisa menyimpan rahasia yang telah diketahuinya.
· “Sumur kasatan (kentengan) banyu”
( bangkrut atau habis harta bendanya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang sedang mengalami kesurutan dalam bisnis, pekerjaan, atau usahanya.
· “Kaya bensin kasulut dening geni”
( Fitnah dapat mengobarkan amarah ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika seseorang amarahnya semakin menjadi karena fitnah/omongan dari orang lain.
· “Kaya ketek ditulup”
( Diam termenung tanpa berkata-kata ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang bengong ketika diajak berbicara.

· “Maju kena mendur kena”
( Semua pekerjaannya tidak membuahkan hasil ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan keadaan seseorang yang sedang terhimpit dan tidak bisa keluar.
· “Kebo kaboten sungu”
( Wong tuwa sing susahmerga kakehen anak ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan keadaan orang tua yang hidupnya susah kebanyakan anak.
· “Kaya benalu”
( Nyusahi sing dipeluni (yang diikuti) ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang hanya bikin susah yang diikutinya.
· “Sejen guru sejen ilmu”
( Beda sifat dan kelakuannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan kalau lain orang tua lain pula sifat dan kelakuan anaknya kelak.
· “Kaya kucing karo asu”
( Ora isa akur ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan dua orang yang tidak bisa akur. Setiap bertemu pasti terjadi keributan.
· “ Rasaning cengis lan mengkreng”
( Pedas tutur katanya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang dalam berbicara selalu menyakiti perasaan orang lain.

  • “Kaya kebo gupak ning sawah”
( Kotor badannya ).
Peribahasa ini sering digunakan orang tua ketika melihat anaknya habis bermain kotor-kotoran sampai semua badannya kotor semua.
  • ”Beras sebaskom dipakakake ayam rong kandhang”
( Rejeki satithik akeh sing ngarepake ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan keadaan seseorang yang punya rejeki sedikit tapi yang mengharapkan banyak, contoh warisan.
  • “Ora weruh lor kidule”
( Tidak tahu asal usulnya ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada seseorang yang turut campur dalam suatu permasalahan tapi tidak tahu inti permasalahannya.
  • “Eman-eman durung limang menit”
( Mubadir ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada makanan yang terjatuh tapi belum lama kemudian diambil lagi untuk dimakan.
  • “Alon-alon sing penting kelakon”
( Jangan terburu buru namun terlaksana keinginannya ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika orang mau pulang habis bertamu.
  • “Wis kejedod (terbentur) katiban anda”
( Tertimpa sial terus menerus ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada orang yang tertimpa musibah terus menerus atau ketiban sial terus.

  • “Kebat liwat pincang sikile”
( Kalau terburu-buru hasilnya pasti tidak bagus ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menasehati orang lain agar dalam bertindak atau mengambil keputusan tidak terburu-buru karena hasilnya pasti tidak akan memuaskan.
  • “Bebek saenggon (stu tempat)”
( Bergerombol ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada sekelompok orang yang sedang bergerombol.
  • “Nguyuh durung lempeng (lurus)”
( Masih kecil belum dewasa ).
Peribahasa ini sering digunakan orang yang lebih tua ketika sedang memarahi yang lebih muda umurnya.
  • “Kaya manuk pipit”
( Orang yang cerewet ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang suka berbicara terus menerus tanpa arah dan tujuan/kegunaan.
  • “Ketiban duren dimein ( dikasih) semangka”
( Wis enak tambah kepenak maneh ).
Peribahasa ini sering digunakan ketika ada seseorang mendapat keuntungan yang tidak sedikit namun orang itu mendapat keberuntungan lagi (begja)
  • “Wedus kerubung laler”
( Mambu/ambune ora enak ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang badannya bau karena belum mandi.

  • “Nangikake (membangunkan) macan turu”
( Membuat orang marah ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menasehati orang lain agar tidak mengganggu ketentraman orang lain.
  • “Ditulung menthung”
( Sudah ditolong malah buat susah yang menolong ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk mengatai seseorang yang tidak tau berbalas budi.
  • “Isin-isin kucing”
( Menginginkan sesuatu namun malu untuk mengungkapkannya ).
Peribahasa ini sering digunakan untuk menyatakan kelekuan seseorang yang mau tapi malu. Misalnya pengin makan dirumah tetangga karena lapar tapi takut untuk berbicara kepada tetangganya.
  • “Awit mbrangkang nganti mlaku”
( Dari kecil sampai dewasa )
Peribahasa ini sering digunakan orang tua untuk memperkuat keyakinan perasaan sang anak kepada orang tua ketika anaknya sedang dinasehati.
  • ”Ting-ting es abang setrup, toin rembes durung raup”
( Ting-ting es merah sirup, toin jorok belum cuci muka ).

Nyanyian Rakyat

Lagu Rakyat
  1. Lagu Alam Pedesaan
Jago Kluruk
Ing wayah esuk, jagone kluruk
Rame swarane pating kemruyuk
Wadhuh senenge sedulur tani
Bebarengan padha nandur pari

Srengenge nyunar kulon prenahe
Manuke ngoceh ana wit-witan
Paling cemruwit rame swarane
Tambah asri donya saisine

Lumbung Desa
Lumbung desa pra tani padha makarya
Ayo dhi, njupuk pari nata lesung nyandhak alu
Ayo yu, padha nutu yen wis rampung nuli adang
Ayo kang, dha tumandang yen wus mateng nuli madhang
Witing Klapa
Witing klapa jawata ing ngarcapada
Salugune wong wanita
Adhuh ndara kula sampun njajah praja
Ing Ngayogya Surakarta.

Lesung Jumengglung
Lesung jumengglung
Sru imbal-imbalan

Lesung jumengglung
Manengker mangungkung

Ngumandhang ngebegi
Sajroning padesan
Thok thok thek thok thok gung
Thok thok thek thok thek thok gung

Thok thok thek thok thok gung
Thok thok thek thok thek thok gung

Kembang-Kembang
Kembang blimbing mbing maya-maya ya
Kembang pelem wujude ingklik ketela
Kembang kacang lan kara padha kupune, lha kae

Kembang pring blas-blasan kaya carange
Kembang jambu lan randhu metu karuke, lha kae

Dhasar blanggreng Si kopi pemacakira
Dhendheng Kenthing
Dhendheng kenthing thing
Sambel lonthang thang
Kakang mendhak yen mendhak ulung-ulungan
Jenang telaka gendhis mawi kalapa, aoa
Caosena temanten krenteg kawula
Benguk wana kecipir wungu kembange, aoe
Rowa rawe temanten ketemu sore.

Turi-turi putih
Ditandur neng kebon agung
Duwe bojo ora tau mulih
Sabane mung turut warung
Mbok ira-rnbok ira
Mbok ira kembange apa

Kembang-kembang mlathi
Ditandur neng tamansari
Anak bojo kudu diopeni
ing tembene bisa migunani
Mbok ira-mbok ira
Mbok ira kembange apa

Tembang Dolanan Bocah
Gundhul Pacul
Gundhul-gundhul pacul-cul gembelengan
Nyuunggi-nyunggi wakul-kul sempoyongan
Wakul ngglempang segane dadi saratan
Wakul ngglem pang segane dadi saratan

Barat Gedhe
Cempe-cempe barata sing gedhe
Dak upahi duduh tape
Cempa-cempa barata sing dawa
Dak upahi duduh klapa
Cemper-cemper barata sing banter
Dak upahi duduh lemper

Bulan Gedhe
Bulan bulan gedhe ana santri menek jambe
Ceblokna saklining wae
Mumpung jembar kalangane
Mumpung gedhe rem bulane
Suraka-surak hiyo

Tokung
Tokung-tokung wek wek wek
Angon bebek pinggir dalan gung
Sing ngadhangi Mbok Kaki Mandraguna
Dak are-are bebek asetokung-tokung

Cublak-cublak Suweng
Cublak-cublak suweng
Cublak-cublak suweng
Suwengi si gulender
Mambu katundhung gudel
Pak empong orong-prong
Pak empong orong-prong
Sir sir plok kedhele gosong sir sir
Sir sir plok kedhele gosong sir sir

Tul Jaenak
Tul jaenak jae jatul jaidi
Kontul jare banyak ndoge bajul kari siji
A bang-abang gendera Landa
Wetan sithik kuburan mayit
Klambi abang nggo tandha mata
Wedhak pupur nggo golek dhuwit

Lindri
Lindri adang telung kathi
Lawuhe bothok ten
Njur dipenet-net
Njur diemplok-plok
Ya mak telep-lep
Pacak gulu janggreng
Adhuh yayi sendhal pancing

Kembang Jambu
Kembang jambu karuk
lintang rina jare esuk
jenang tela gethuk
omah jaga aran cakruk
pitik mabur kuwi manuk

Gajah-Gajah
Gajah-gajah, kowe takkandhani jah
Mata kaya laron kuping ilir amba-amba
Kathik nganggo tlale
Buntut cilik tansah kopat-kapit
Sikil kaya bumbung
Sasolahmu megang-megung

Te Kate Dipanah
Te kate dipanah
Dipanah ngisor gelagah
Ana manuk ondhe-ondhe
Bok Sri bombok bok ri kate

E, Dhayohe Teka
E, dhayohe teka, e, gelarna kiasa
E, klasane bedhah, e, tambalen jadah
E, jadahe mambu, e, pakakna asu
E, asune mati, e, cemplungna kali
E, kaline banjir, e, kelekna pinggir

Paman Guyang Jaran
Paman guyang jaran, e e ana apa
Ngriku wau wonten popok beruk keli, e ora ana
Nggonku neng kene wus suwe
Tan ana suket kumledhang
Amung wong kang ngguyang sapi
Takonana ya dhuk
Manawa uninga

Mbok Uwi
Mbok uwi rujak nanas
Kumpul-kumpul aneng gelas
Ya bapak ya ndara
Adhem panas rasane

Wong ngombe upas
Mas sinangkling suwasa inten berlean
Kit-kit, kit methakil
Cagak awak jare sikil

Sepuran
Sinten nunggang sepur lunga nyang Kediri
Wong niki sepur dhur bayare setali
Sapa trima nggonceng konangan kondhektur
Yen didhendha kenceng napa boten kojur
Sinten nunggang sepur lunga dhateng Nganjuk
Sinten pengin makmur aja seneng umuk.

Jamuran
Jamuran ya gegethok
Jamur apa ya gegethok
Jamur gajih brejijih saara-ara
Sira badhe jamur apa?

Menthog Menthog
Menthog -menthog, takkandhani
Mung rupamu angisin-isini,
Mbok ya aja ngetok
Ana kandhang wae
Enak-enak ngorok
Ora nyambut gawe
Menthog-menthog, mung lakumu
Megal-megol gawe guyu

Irisan Tela
Ris irisan tela la la la
Madu sari ri ri ri
Manuke podhang unine kuk angkukan
Unine kuk angkukan, unine kuk angkukan

Rujak Nanas
Mbok uwi rujak nanas
Kampul kampul aneng gelas
Ya bapak ya ndara
Adhem panas rasane wong ngombe upas
Oas mas sinangkling suwasa in ten barleyan
Ku ku ku methakil
Cagak awak jare sikil

Sluku Bathok
Sluku sluku bathok, bathoke ela elo
Si rama menyang kutha, leh olehe payung mutha
Mak jenthit lololobah, wong mati ora obah
Yen obah medeni bocah, yen urip goleka dhuwit

Buta Galak
Buta buta galak, solahe lunjak-lunjak
Ngadeg jingklak-jingklak, nungkak kanca nuli nandhak
Ngadeg bali maneh, rupane ting celoneh
Iku buron aneh dak sengguh buron kang remeh
La wong kowe we we sing marah-marahi
La wong kowe we we sing marah-marahi
Hi hi aku wedi, ayo kanca ngajak bali
Kae lo kae lo mripati plerak-plerok rok rok
Kae lo kae lo kulite ambengkerok rok rok
Ya kulite ambengkerok

Kidang Talun
Kidang talun mangan kacang talun
Mil kethemil mil kethemil
Si kidang mangan lembayung

Tikus Pithi
Tikus pithi duwe anak siji
Cit cit cuwit, cit cit cuwit
Si tikus mangani pari

Gajah Belang
Gajah Belang saka Tanah Plembang
Nuk renggunuk, nuk renggunuk
Gedhemu meh padha gunung

Sar Sur Kulonan
Sar Sur Kulonan, mak mak gemake rete te
Dak uyake rete te, dak uyake rete te
Yen kecandhak dadi gawe
Musuh mesthi mati, musuh mesthi mati
Dak bedhile mimis wesi
Mong mong jlegur, mong mong jlegur
3. Lagu Gregeting Pakaryan
Suwe ora jamu
Suwe ora jamu
Jamu godhong tela
Suwe ora ketemu
Ketemu pisan gawe gela

Suwe ora jamu
Jamu godhong keningkir
Suwe ora ketemu
Ketemu pisan dadi pikir

Gethuk
Sore-sore padhang bulan
Ayo kanca padha dolanan
Rene-rene bebarengan
Rame-rame e do gegojekan

Kae-kae rembulane
Yen disawang kok ngawe-awe
Kaya-kaya ngelingake
Kanca-kanca ja turu sore-sore
Gethuk asale saka tela
Mata ngantuk iku tambane apa
Gethuk asale saka tela
Yen ra mathuk atine rada gela

Ja ngono mas aja-aja ngono
Kadung janji mas
Aku mengko gela

Gambang Suling
Gambang suling ngumandhang swarane
Thulat-thulit kepenak unine
Unine mung nrenyuhake bareng lan kentrung
Ketipung suling sigrak kendhange

Ilir-ilir
Ilir-ilir ilir-ilir
tandure wus sumilir
tak ijo royo-royo
tak sengguh temanten anyar

cah angon cah angon
penekna blimbing kuwi
lunyu-lunyu penekna
kanggo mbasuh dodotira

dodotira kumitir bedhah ing pinggir
domdomana jrumatana
kaggo seba mengko sore
mumpung padhang rembulane
mumpung jembar kalangane
ya surak asurak hiyo.
4. Lagu RasaManunggal
Jineman Uler Kambang
Sun pepuji dadi putri kang utami
Sayuk-sayuk sayuk rukun sakancane
Ia lali lho mas kowe
Gotong-royong nyambut gawe, ya mas…..
Kang den udi
Leluhure bangsa kita
Brambang sasen lima
Berjuang labuh negara
Brambang sasen pitu
Berjuang kudu bersatu
Ora butuh kae-kae, ya mas..
Ora butuh kae-kae
Butuhku mung nyambut gawe
Tempe tahu gula Jawa
Butuhku sabar narima

Gugur Gunung
Ayo kanca ayo kanca ngayahi karyaning praja
Kono-kene kono-kene gugur gunung tandang gawe
Sayuk sayuk rukun bebarengan ro kancane
Lila lan legawa kanggo mulyaning negara

Siji loro telu pa pat bareng maju papat-papat
Diulang-ulungake murih enggal rampunge
Holopis kuntul bariss holopis kuntul baris
Holopis kuntul baris holopis kuntul baris

Wajibe Dadi Murid
Wajibe dadi murid
Ora kena pijer pamit
Kejaba yen lara, lara tenanan
Ra kena ethok-ethokan

Yen wis mari bali neng pamulangan
Ja nganti mbolos-bolosan
Mundhak dadi bocah bodho
Pie-n ga-plengo kaya kebo
5. Lagu Keprajuritan
Mahesa Kurda
Kalamun cinandra pan yayah mahesa kurda
Bendhe umyung tengara budhale wadya
Kang tinata carub wor dadi sajuga
Sang panganjur aba-aba nabuh tambur
Teteg ajeg suling peling nut wirama

Bidhal Gumuruh
Enjing bidhal gumuruh
tambur suling gang maguru ngungkung binarung ing krapyak
myang watang agathik
kang kapyarsa swaranipun
lir ombaking samudra rob

Bala Kuswa
enjing bidhab gumuruh
saking jroning praja
gunging kang bala kuswa
aba busananira lirr surya wedalira
saking jaladri arsa madangi jagad
duk mungup-mungup aneng
sakpucaking wukir
marbabak bang sumirat
keneng soroting surya
mega lan gunung-gunung

Singa Nebak
Sigra mangsah lumampah anut wirama
getar tambur bendhene munya angungkung
suling sesauran selompret tetep mindhiki

Ladrang Clunthang
Tindake sang pekik, mandhap saking gunung
Anganti repat panakawan catur
Kang anembe mulat ngira dewa ndharat
Get er petrek-petrek pra endhang swarane
Anjawat angawe-awe ngujiwat
Solahe mrih dadya sengseme.
Dhuh raden sang abagus,
Mugi keparenga pinarak wisma kula
Amethika sekar miathi, arum amrik wangi
Kageina cundhuk sesumping, Sangsangan hamimbuhi
Mencorong cahya ndhika raden

Padha nyawiji
Ayo padha nyawiji
Tuwa mudha jaler estri
Sayuk eka kapti

Bareng dha tumandang nyukupi
Sandhang pangan kita sami

Nanging aja ana kang korupsi
Yen padha korupsi
Negarane rugi kang sayekti

Ibu Pertiwi
Paring boga lan sandhang kang murakabi
Paring rejeki manungsa kang bekti

Ibu pertiwi, ibu pertiwi
Sih sutresna kang sesami
Ibu pertiwi kang adil luhuring budi
Ayo sungkem mring ibu pertiwi.